puasa atau dalam bahasa jawa di sebut pasa (baca: poso)
Kata poso sendiri berasal dari bahasa sansekerta,
upa dan wasa.
Upa berarti pertalian.
Wasa wewenang atau kekuasaan.
.
Masyarakat jawa memang kental dengan laku atau lelaku yang memang identik dengan puasa atau poso.
poso adalah bagian dari laku atau lelaku itu sendiri.
Misalnya, untuk mendapatkan ilmu, entah yang bersifat kanuragan atau aji jaya kawijayan,
puasa merupakan syarat mutlak yang tidak boleh ditinggalkan.
Dalam serat wedhatama, sebuah karya sastra yang konon berisikan rahasia spiritual tingkat tinggi raja-raja Mataram, yang ditulis KGPAA Sri Mangkunegara IV mengisyaratkan hal tersebut. Pada bait pertama pupuh 33, diantaranya ditulis secara jelas, bahwa “Ngelmu iku kalakone kanthi laku” .
Artinya, ilmu itu baru bermanfaat atau ada manfaatnya bila telah dilaksanakan.
Dalam pandangan “kengelmuan”, laku yang dimaksud dalam ini bisa juga berarti proses spiritual.
dalam hal ini poso atau puasa itu sendiri banyak dianggap sebagai bagian dari laku atau lelaku dalam rangka mendapatkan aji jaya kawijayan ataupun kanuragan misalnya.
Dalam laku atau lelaku poso atau puasa itu sendiri dalam tradisi jawa dalam upaya mendapatkan kesaktian kanuragan dan aji jaya kawijayan itupun banyak sekali ragamnya.
Di antaranya Antara lain:
1.Poso mutih.
adalah puasa dengan syarat hanya minum air putih dan nasi putih, dengan syarat dan keteentuan berlaku.
Kadang ada yang hanya 3 hari, 7 hari, bahkan ada pula sampai 40 hari.
Pasa mutih ini lebih sebagai penempaan atau pembentukan energy baru pada tubuh manusia.
.
2.Poso Nglowong.
Tidak makan dan tidak minum sama sekali.
tapi untuk menjaga esensa puasa itu sendiri, maka pada waktu sahur dan berbuka diperbolehkan minum air saja. Selain itu diperbolehkan tidur juga namun hanya sebantar.
.
3.Poso Ngebleng.
Yaitu puasa yang hanya di kamar saja.
Tidak boleh terkena matahari maupun menyalakan lampu.
.
4.Poso Kungkum.
Yaitu puasa dengan jalan berendam di air.
Hanya kepala saja yang Nampak.
Waktu pelaksanaannya biasanya pada malam-malam tertentu.
.
5. Patigeni.
Yaitu sebagai penutup dari puasa laku itu sendiri.
.
Tetapi intinya, puasa atau poso itu pengendalian hawa nafsu.
Setidaknya ada emapt hal yang harus dilakukan.
*Yang pertama mengurangi tidur
Ini mutlak, karena menurut keyakinan atau kepercayaan merupakan bagian dari laku untuk memancing ilham.
*Yang kedua adalah menyendiri. “menyendiri” dalam hal ini dalam arti sepi.
*Yang ketiga adalah diam. “tidak banyak bicara”. Ini, karena hubungannya perenungan. Kalau banyak bicara tentunya tidak mengahayati. Jadi pemahaman, penghayatan, penjiwaan, pengalaman—ini bagian dari diam yang saya maksud.
*yang ke emapat mengurangi makan..
mengurangi makan ini merupakan bagian dari lara lapa atau laku prihatin. Mengurangi makan ini, kalau istilahnya ngurang-ngurangi. Dengan cara puasa atau poso seperti diatas.
Ajaran pengendalian hawa nafsu paling efektif adalah dengan cara puasa atau poso. Mengajari hati atau dengan kata lain, pembelajaran hati.
Untuk apa pembelajaran hati?
Jawabannya adalah biar menjadi cerdas atau peka menangkap isyarah Gusti Allah swt.
Untuk bisa seperti itu diperlukan jangan terlalu banyak tidur.
Karena apa?
Dengan terlalu banyak tidur, seseorang tidak pernah bisa puasa atau
Menjaga kehormatannya.
Dan untuk mencapainya kita mesti sungguh-sungguh.
Hakekat dari laku poso atau puasa adalah pengekangan diri.
Maksudnya Ini apa?
Ya, karena alam duniawi banyak member godaan. Silau akan kemewahan, apalagi kalau sedang mendapat suka cita yang berlebihan, maka akan kewaspadaan akan berkurang. Manusia akhirnya akan terbelenggu oleh nafsunya. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat dan menguri-uri khasanah warisan leluhur..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar