SEDULUR; PAPAT KEBLAT, LIMA PANCER
di sebut juga Keblat Papat,Lima Pancer diartikan sebagai kesadaran mikrokosmos.
Dalam diri manusia (inner world) sedulur papat sebagai perlambang empat unsur badan manusia yang mengiringi seseorang sejak dilahirkan.
Sebelum bayi lahir akan didahului oleh keluarnya air ketuban atau air kawah. Setelah bayi keluar dari rahim ibu, akan segera disusul oleh plasenta atau ari-ari .
Sewaktu bayi lahir juga disertai keluarnya darah dan daging.
Maka sedulur papat terdiri dari unsur kawah sebagai kakak, ari-ari sebagai adik, dan darah-daging sebagai dulur kembarnya.
Jika ke-empat unsur disatukan maka jadilah jasad, yang kemudian dihidupkan oleh roh sebagai unsur kelima yakni pancer.
Konsepsi tersebut kemudian dihubungkan dengan hakekat doa,
dalam pandangan Jawa doa merupakan niat atau kebulatan tekad yang harus melibatkan unsur raga dan jiwa secara kompak.
Maka untuk mengawali suatu pekerjaan disebut dibutuhkan sikap amateg aji (niat ingsun) atau artikulasi kemantaban niat dalam mengawali segala sesuatu kegiatan,rencana,usaha.
itulah alasan mengapa dalam tradisi Jawa untuk mengawali suatu pekerjaan berat maupun ringan diawali dengan mengucap...
<< kakang kawah adi ari-ari, kadhangku kang lahir nunggal sedino lan kadhangku kang lahir nunggal sewengi
sedulurku papat kiblat, kelimo pancer…
ewang-ewangono aku..….
(ucapkan apa yang di inginkan)
Kita mendayagunakan Guru Sejati yaitu pamomong/pembimbing dengan cara mengarahkan kekuatan metafisik yang disebut pancer papat (dalam lingkup mikrokosmos)
untuk selalu waspada dan jangan sampai tunduk oleh hawa nafsu. dengan kekuatan makrokosmos yakni papat keblat alam semesta yang berupa energi alam dari empat arah mata angin,melebur ke dalam kekuatan pancer yang bersifat transenden (Tuhan Yang Mahakuasa). setiap orang bisa bertemu Guru Sejatinya, dengan syarat kita dapat menguasai hawa nafsu negatif
>>nafsu lauwamah = nafsu serakah; makan, minum, kebutuhan ragawi
>>amarah = nafsu angkara murka
>> supiyah = mengejar kenikmatan duniawi
>>al mutmainah = menggapai nafsu positif dalam sukma sejati.
Sehingga jasad dan nafs/hawa nafsu lah yang harus mengikuti kehendak sukma sejati untuk menyamakan frekuensinya dengan gelombang Yang Maha Suci.
Sukma menjadi suci tatkala sukma kita sesuai dengan karakter dan sifat hakekat gelombang Dzat Yang Maha Suci, yang telah meretas ke dalam sifat hakekat Guru Sejati.
Yakni sifat-sifat Sang Khaliq .
Peleburan ini dalam terminologi Jawa disebut
manunggaling kawula-Gusti .
Tradisi Jawa mengajarkan tatacara membangun sukma sejati dengan cara ‘ manunggaling kawula Gusti’ atau penyatuan/penyamaan sifat hakikat makhluk dengan Sang Pencipta ( wahdatul wujud ). Sebagaimana makna
warangka manjing curiga manusia masuk kedalam diri “Tuhan”,
ibarat Arya Sena masuk kedalam tubuh Dewaruci .
Atau sebaliknya, tuhan menitis ke dalam diri manusia;
curigo manjing warongko , laksana Dewa Wishnu menitis ke dalam diri Prabu Kreshna .
Sebagai upaya manunggaling kawula gusti, segenap upaya awal dapat dilakukan seperti melalui ritual mesu budi, maladihening, tarak brata, tapa brata, puja brata, bangun di dalam tidur, sembahyang di dalam bekerja.
Tujuannya agar mencapai tataran hakekat yakni dengan meninggalkan nafsul lauwamah, amarah, supiyah, dan menggapai nafsul mutmainah. Kejawen mengajarkan bahwa sepanjang hidup manusia hendaknya laksana berada dalam “bulan suci Ramadhan”.
Artinya, semangat dan kegigihan melakukan kebaikan, membelenggu setan (hawa nafsu) hendaknya dilakukan sepanjang hidupnya, jangan hanya sebulan dalam setahun.
Selesai puasa lantas lepas kendali lagi.
PQencapaian hidup manusia pada tataran tarekat dan hakikat secara intensif akan mendapat hadiah berupa kesucian ilmu makrifat.
Suatu saat nanti, jika GUSTI telah menetapkan kehendakNya, manusia dapat ‘menyelam’ ke dalam tataran tertinggi yakni makna kodratullah. Yakni substansi dari manunggaling kawula gusti sebagai ajaran paling mendasar dalam ilmu Kejawen khususnya dalam anasir ajaran Syeh Siti Jenar.
Manunggling Kawula Gusti = bersatunya Dzat Pencipta ke dalam diri mahluk.
Pancaran Dzat telah bersemayan menerangi ke dalam Guru Sejati, sukma sejati.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar