Minggu, 04 Februari 2018

SIFAT MANUSIA ITU PADA DASARNYA SERAKAH

SIFAT MANUSIA ITU PADA DASARNYA SERAKAH

Pernyataan itu memang benar bahwa manusia itu serakah.
Keserakahan sebagai bentuk perilaku tidak pernah merasa cukup atas segala nikmat yang telah didapatkan.
Keserakahan dalam diri manusia tidak akan pernah hilang, sampai ia terbaring di sebelah ajal.
Bila tidak ditopang oleh iman yang teguh, sepanjang hidupnya manusia akan dikuasai oleh nafsu yang pada akhirnya menjerumuskan diri kepada nilai-nilai semu, membuat penderitaannya sendiri dan juga penderitaan bagi orang lain.
Serakah dilakukan demi kebahagiaan. Pandangan ini berlaku universal.
Kekayaan selalu identik dengan kebahagiaan.
Menjadi kaya adalah pencapaian yang patut dan sudah seharusnya ditempatkan setelah sukses.
Sukses adalah pencapaian seseorang sebagai citra gemilang pribadinya,
sedangkan kaya itu ganjaran material bagi segenap prestasi.

Individualis tidak sama dengan egois,
meski keduanya sama-sama mementingkan diri sendiri.

Tujuan hidup yang paling mulia dari setiap manusia adalah hidup bahagia lahir batin.
Semua tindakan manusia akan dianggap baik apabila tindakan tersebut mendatangkan kebahagiaan yang berpangkal pada kesenangan.
Ironisnya, demi pencapaian itu, manusia harus rela melepaskan segala norma, susila dan etika bahkan bila perlu agama yang membelenggu.

sifat rakus manusia yang selalu lebih mementingkan diri sendiri akan memberi dampak sosial bagi masyarakat.

Ukuran kebutuhan manusia masih bisa diberi batasan. Namun, tidak begitu dengan keinginan yang bersifat tidak terbatas. Walaupun pada akhirnya, kepuasan maksimum dapat juga dicapai dengan hasil produksi yang terbatas.
Dengan demikian manusia harus mencukupkan diri dan nafsunya.
Manusia harus mampu mengikhlaskan kekayaan lebih untuk tidak diperolehnya, sekalipun ia mampu meraihnya.
Inilah yang akan menjadi rezeki bagi orang lain.
Ini sudah sebuah tindak sosial, proses langsung yang menciptakan pemerataan demi kesejahteraan bersama.
Kesempatan meraih hidup yang baik dapat dirasakan semua pihak dan kalangan. Meski sayangnya, defenisi cukup sungguh sangatlah absurd, tidak ada pengukurnya.
Memperoleh ketenangan jiwa –dalam keadaan sejahtera– merupakan kemungkinan ultim manusia selama hidupnya dan makna seluruh keberadaannya.
Untuk kebahagiaan sedemikian itu, sebetulnya kita tidak perlu memiliki harta benda berlimpah-ruah.
Karena batiniah (jiwa) manusia itu sendiri sudah dapat menentukan rasa cukup sampai pada batas ketentuannya.

Para ulama menganalogikan sikap manusia identik dengan unggas.
Dalam diri manusia berisikan empat unggas. Ayam mewakili hawa nafsu,
Bebek mewakili sifat rakus,
merak mewakili sikap angkuh,
dan gagak mewakili keinginan.
Dari keempat analogi ini yang paling dominan ialah bebek.
Tak pelak, keserakahanlah yang mendominasi sepanjang jalan kehidupan tiap manusia.
Pendapat ini telah menjadi spirit universal dan tidak ada daya tolak koreksinya.
Terlebih saat ini, di kala progresivitas melahirkan kompleksitas yang kian meruyak atas nama kemajuan, pertumbuhan dan pembangunan.

Tujuan manusia hidup di dunia bukanlah untuk berlomba mengumpulkan harta hingga melimpah ruah belaka.
Dunia hanyalah sementara; ladang untuk menentukan pilihan berbuat kebaikan.
Wahai...diriku
Belajarlah hidup dengan kesederhanaan.
Hidup dengan penuh keikhlasan, kepasrahan dan rasa syukur,
agar hidup yang kita lalui terasa indah dan bertebar berkah...

Aamiin yra❤❤❤❤❤❤



Lestari Sahsa Malika
050217

Tidak ada komentar:

Posting Komentar